
Memaknai Tahun Baru Bagi Seorang Muslim
Bagaimana cara
memaknai tahun baru bagi seorang muslim? Simak penjelasannya di artikel berikut
ini. Semoga bermanfaat.
Segala puji bagi Allah
yang menjadikan malam dan siang silih berganti sebagai ‘ibrah (pelajaran) bagi orang
yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Shalawat dan salam semoga
tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, hamba-Nya yang paling bersyukur, dan utusan-Nya yang mengajarkan
bagaimana bersyukur dengan sebaik-baiknya kepada umatnya, amma
ba’du.
“Di
dalam berjalannya waktu, silih bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun,
terdapat pelajaran yang berharga bagi orang yang mau merenungkannya.
Tidak
ada satu tahun pun berlalu dan tidak pula satu bulan pun menyingkir melainkan
dia menutup lembaran-lembaran peristiwanya saat itu, pergi dan tidak kembali,
jika baik amal insan pada masa tersebut, maka baik pula balasannya, namun jika
buruk, penyesalanlah yang mengikutinya
Setiap
masuk tahun baru (Hijriyyah), manusia menitipkan lembaran-lembaran tahun yang
telah dilewatinya, sedangkan dihadapannya ada tahun baru yang menjelang
Bukanlah
inti masalah ada pada kapan tahun baru usai dan menjelang, akan
tetapi yang menjadi inti masalah adalah dengan apa kita dahulu mengisi
tahun yang telah berlalu itu dan bagaimana kita akan hiasi tahun yang akan
datang.
Dalam
menyongsong tahun baru (Hijriyyah), seorang mukmin adalah sosok insan yang suka
tafakkur (berpikir) dan tadzakkur (merenung)”
Tafakkur (berpikir) yang pertama, yaitu tafakkur hisab
(intropeksi)
Dia memikirkan dan
menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah silam, lalu dia teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya,
hingga hatinya menyesal, lisannya pun beristighfar memohon ampun kepada
Rabbnya.
Tafakkur yang kedua, yaitu tafakkur isti’daad (persiapan)
Dia mempersiapkan
ketaatan pada hari-harinya yang menjelang, sembari memohon pertolongan kepada
Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah yang terindah kepada Sang
Penciptanya, terdorong mengamalkan prinsip hidupnya yang terdapat dalam ayat,
{إياك نعبد وإياك نستعين }
“Hanya
kepada-Mulah, kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami menyembah”.
(Olah artikel Syaikh
Ibrahim Ar-Ruhaili, dalam halaman
web http://www.al-rehaili.net/rehaili/index.php?page=article&action=article&article=23).
Bukankah hidup ini hakikatnya adalah perjalanan?
Rasulullah
Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كلّ الناسِ يغدو؛ فبائعٌ نَفسَه فمُعتِقها أو موبِقها
“Setiap
hari, semua orang melanjutkan perjalanan hidupnya, keluar mempertaruhkan
dirinya. Ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang mencelakakannya” (Hadits Riwayat
Imam Muslim).
Tujuan hidup seorang Muslim
Sesungguhnya seorang
Muslim, ketika meniti perjalanan hidupnya memiliki tujuan. Ia melakukan
perjalanan hidupnya agar dapat mengenal siapa Allah. Dengan mengetahui nama,
sifat, dan perbuatan-Nya. Inilah tujuan perjalanan hidup yang pertama ma’rifatullah (dalilnya:
QS.Ath-Thalaaq: 12). Kemudian dia iringi ma’rifatullah itu dengan ‘Ibadatullah (beribadah dan ta’at
kepada Allah). Dan inilah tujuan perjalanan hidup yang kedua bagi seorang
Muslim, yaitu agar dia bisa beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar
(dalilnya QS.Adz-Dzaariyaat : 56), ia persembahkan jiwa raganya untuk Allah.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(162)
“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam.”
لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
(163)
“Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS.
Al-An’aam:162-163).
Akhir perjalanan hidup seorang Muslim
Demikianlah kehidupan
seorang Muslim terus melakukan perjalanan hidup, berpindah dari satu bentuk
ibadah ke bentuk ibadah yang lainnya, baik dengan ibadah lahiriyah, hati,
maupun keduanya, tanpa henti-hentinya.
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)” (QS. Al-Hijr: 99).
Adapun akhir
perjalanan adalah surga, di dalamnyalah tempat peristirahatan muslim yang
abadi, istirahat dari letihnya perjalanan sewaktu di dunia dahulu, menikmati
kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak
pernah terbetik dalam hati manusia.
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
”Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS.Ali ‘Imran : 133).
Lebih dari itu, ia
akan merasakan kenikmatan tertinggi, yaitu bisa melihat wajah Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
”Mereka
di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada
tambahannya” (QS.Qaaf : 35). (Olah dari artikel Syaikh Abdur Razzaq, dalam
halaman web http://al-badr.net/detail/OYHpkq7Dav5t).
Ironis
Negara kita yang
tercinta ini, dengan penduduk yang mayoritas kaum muslimin, yang seharusnya
memiliki prinsip dan sikap seperti apa yang telah disebutkan di atas ternyata
setiap malam tahun baru masehi, di setiap kota besar khususnya, marak
bermunculan acara-acara besar untuk merayakan tahun baru tersebut. Dan jujur
kita katakan, bahwa barangkali tidak ada satu pun dari acara-acara tersebut
yang terbebas dari kemaksiatan. Bahkan, mungkin Anda bergumam Bukan
hanya maksiat, tapi juga menelan dana yang besar.
Coba renungkan, berapa
puluh milyar anggaran yang dikeluarkan untuk menyambut tahun baru di ibu kota
negara maupun kota-kota provinsi? Dengan biaya itulah, ratusan panggung
“hiburan” di berbagai penjuru kota-kota besar justru difasilitasi secara resmi
dengan segala hingar bingarnya yang didukung dengan besarnya dana. Uang pun
dihambur-hamburkan untuk menghiasi jalan-jalan kota, “pesta” terompet, mercon,
dan kembang api .
Berbagai bentuk
kemaksiatan pun dapat mudah ditemukan di banyak tempat, bukan hanya di tengah
kota, jalan besar, taman kota, hotel, dan kafe. Sampai-sampai di sebagian
lapangan desa dan jalan kampung pun, tidak jarang kemaksiatan mudah ditemukan
di malam tahun baru masehi itu.
Pertanyaannya:
Kapan
kemaksiatan-kemaksiatan itu dan pemborosan tersebut terjadi?
“Hanya
di satu malam saja.”
Dimana terjadinya ?
“Di
negara kaum muslimin ini.”